Keluar dari Gua! Just keep moving on, kawan!

Kadang-kadang saya bingung, mengapa kebanyakan penduduk bumi ini yang bernama manusa begitu memperdulikan kata "terhormat". Gemar dengan "ketenaran", dikatakan begini, dikatakan begitu, dibilang "Rumahnya mewah, ia pejabat, kuliah di universitas luar negeri, suaminya pengusaha atau istrinya punya butik terkenal, anaknya jadi artis." Hmmmm....semuanya mendunia! Mengapa saya katakan begitu? Yaaaahhhh...karena memang semua itu penilaian-penilaian yang bersifat dunia, padahal kita tahu kalau rapor kita nantinya hanya akan diberikan oleh Dia Sang Maha Penilai yang Adil, bukan oleh sesama manusia. Lantas, apakah masih berarti semua ketika yang kita buru hanyalah lebel "ketenaran" tadi? Banyak orang yang tidak sadar bahwa ia sudah terperangkap dalam paradigma ini. Paradigma yang menomor satukan "nama" diatas "ketulusan hati".

Memang tak bisa dipungkiri bahwa kita adalah makhluk sosial yang hidup berdampingan satu sama lain, membutuhkan satu dengan yang lain. Tapi apakah atas dasar itu, lantas kita bisa mengatakan bahwa apa yang dilihat orang pada kita maka itulah kita sebenarnya? Mengapa orang miskin terhinakan? Mengapa orang kaya dihormati? Mengapa orang besar dihargai? Dan mengapa orang kecil dinistakan? Ya, semua karena penilaian manusia tadi. Apakah kita melihat sesuatu hanya dari covernya? Padahal kebanyakan buku yang ditulis oleh orang-orang besar memiliki cover yang kurang menarik, tapi isinya luar biasa!

Tak bisakah kita sejenak menghayati, memahami apa yang dilakukan seseorang tanpa melihat kedudukannya? Dimana ia bekerja, kuliah, atau sebesar apa rumahnya, dan setenar apa keluarganya? Tak salah bila itu menjadi pertimbangan bahwa dia orang berhasil dan sukses. Tapi....apakah hanya sekedar di situ saja penilaian kita? Kita perlu sedikit lebih menelisik ke dalam, kawan. Buka bukunya dan baca!

Jangan bernegative thinking dulu ketika melihat seorang pemuda yang kerjanya hanya mengajar di sebuah desa kecil. Belum tentu ia orang biasa! Coba kenali ia, dan mungkin saja kita akan menemukan bahwa ilmu kita belum ada apa-apanya dibandingkan dia, bahkan orang yang mengajar di tempat elit pun kalah. Hanya saja ia memilih mengabdi di desa atas dasar panggilan hati. Baginya sangat memprihatinkan melihat anak-anak di bagian bumi terpencil itu bila tak terjamah oleh pendidikan, bila kemudian mereka hanya bisa mengenal sawah atau menjadi nelayan seperti orang tua mereka.

Jangan menganggap remeh orang yang hanya kuliah di tempat biasa, dan kau meninggikan orang yang kuliah di tempat yang mendunia. Belum tentu yang kau lihat adalah gambaran yang sebenarnya. Akan tercenganglah dirimu ketika kau tahu bahwa ilmu yang dimiliki orang biasa tadi lebih dari orang mendunia tadi. Ketika kau tahu bahwa orang biasa itu memiliki talenta yang luar biasa, wawasan mendunia, tutur kata terdidik, mau belajar apa saja dengan tekun. Sedang orang mendunia itu hanya mengikuti kewajibannya sebagai mahasiswa di tempat super, mengikuti dengan setengah hati tiap mata kuliah, kata-kata bobrok, angkuh tak mau belajar hal-hal kecil lagi yang padahal ia tak tahu. Pada kenyataanya, hanya saja si mahasiswa biasa ketika seleksi hanya dapat kesempatan kuliah di tempat biasa tadi, sedang sang mahasiswa mendunia kuliah di tempat waaaahhh....! Beruntung sekali memang, itulah rahasia Ilahi. Tapi bukankah Ia tahu apa yang terbaik bagi kita? Bagi mahasiswa biasa dan mahasiswa mendunia tadi.

Jangan melihat seorang petani di desa dan pengusaha di kota lantas kamu berpendapat kalau petani itu orang gagal dan si pengusaha orang sukses. Belum tentu! Kadang tak terbayangkan dalam benakmu sebelumya, kalau si petani adalah orang gigih yang pantang menyerah. Ketika hujan tak henti-henti datang mendera ia menunggu dengan sabar hingga bisa bercocok tanam kembali, ketika kekeringan datang ia pun dengan ikhlas menerima kenyataan bahwa padinya mengering sebelum berbuah. Sedang si pengusaha tadi, orang yang hanya mendapat kedudukan atas dasar keturunan, diserahkan jabatan yang ia sebenarnya tak sanggup menerimanya, ia jadi mudah menyerah ketika medapati perusahaannya berada dalam masa-masa sulit, tak bisa menerima kenyataan bahwa roda perusahaan sedang berada di bawah, ia stres dan lama-lama mati! Huuuufffffthhhhhhhhh....MasyaAllah...

Eittttttzzzzzzzzzzz.....tapi jangan salah! Bukannya saya mau mengatakan bahwa jadi orang "tenar" itu salah! Jadi orang yang dielu-elukan banyak orang itu salah! Bukaaaaaaaannnnn...!!!! Cuma mengingatkan bahwa “Don’t judge a book by its cover!!!”  Karena tak selamanya yang nampak itu yang nyata. Tak selamaya roda di atas itu terus di atas. Hidup akan terus mengajarkanmu banyak hal.

Bagaimana? Sudah bisa memahami susunan paragraf tadi? Mau mencoba untuk tidak melihat sesuatu dari sampulnya? Kalau iya, maka saya lanjutkan.

Setiap orang punya potensi untuk berkarya dan berusaha semaksimal mungkin. Mencoba, mencoba, dan mencoba tanpa pernah lelah dan kenal kalah. Ya, tak kan bisa dipungkiri gundukan-gundukan jalan yang ada di depan dan ketika kita sesekali melewatinya akan oleng sesaat. Lubang-lubang pun tak kalah semaraknya bertebaran di atas bumi yang sudah tua ini. Tipu daya, kebohongan, fitnah, dan semua kecurangan merajalela, persis seperti jalanan beraspal di dalam sebuah lorong sempit.


Dalam Allegory of the cavenya, Plato menggambarkan sekelompok orang di dalam gua yang terbelenggu oleh rantai kaki yang sedang melihat bayangan yang terpantul dari matahari. Salah satu orang yang berada di kelompok ini melangkah keluar dan menyadari bahwa bayangan itu datang dari sinar matahari yang di luar, lalu orang tersebut berteriak: “Lihatlah, ada matahari diluar sana!”.


Pernahkah kau bayangkan jalanan di lorong sempit tadi berada dalam sebuah gua? Gua-nya Plato yang remang-remang, sehingga kau hanya bisa melihat sedikit saja dari apa yang terlihat. Seperti itulah gambaran hidup ini kawan, bila kau hanya berdiam diri tak mau mencoba apa yang bisa kau coba. Dan orang yang keluar tadi dari gua akan mendapatkan lebih dari yang kau peroleh, baik itu pengalaman, pemahaman, penghayatan, dan kenyataan.

Nah, ketika kamu sangat mempertimbangkan apa yang dikatakan orang lain kepadamu, penilaian manusia terhadapmu, maka sama saja kau dengan orang yang berada dalam gua tadi, yang hanya bisa melihat pantulan dari sang matahari. Kau tak kan melihat betapa megahnya sinar itu sebenarnya, betapa indahnya dunia ketika ia menyinari seluruh yang ada di bumi, bukan hanya gua. Kau akan bisa melihat pohon-pohon, bunga-bunga, kupu-kupu, dan semua hal menakjubkan yang diwujudkan dalam berbagai warna. 

Ketika kau memasang dijidatmu bahwa "aku harus jadi orang terpandang" yang dilihat orang, maka kau akan tetap pada gua itu. Gua yang diperuntukkan bagi orang-orang yang tak mau keluar dari zona aman. Yah, memang aman berada dalam gua  itu, kau tak kan bertemu dengan binatang buas dengan taring tajam, tak kan bertemu ombak yang siap menerjangmu, tak kan bertemu dengan angin yang siap menghempaskanmu, dan tak kan bertemu dengan aneka tantangan. Tapi, kau tak kan juga bertemu dengan segala keindahan yang telah saya paparkan tadi.

Tak bisakah kau ganti tulisan dijidatmu dengan kalimat "Aku harus jadi orang sukses"? Orang sukses yang bukan dari pandangan manusia, tapi sukses karena kamu tak penasaran lagi dengan yang ada di luar gua, tak takut jatuh, tentram, bahagia, dan bersyukur. Di matamu hanya ada satu penilaian yang berarti, yaitu penilaianNya. Maka kamu akan jadi orang yang paling baik, paling santun, paling berenergi, paling berwawasan, dan tinggi derajatnya di mataNya. Bukan lagi dalam gua yang saya beri nama "gua pandangan manusia" tapi ada di bumi, di luar gua, di mana kau bisa mendapatkan segalanya, termasuk surga dari yang Dia. InsyaAllah...

Tenang...relax....kau hanya perlu sedikit keberanian kawan! Kau akan merasakan hawa perjuangan yang sesungguhnya bila kau berbeda dari yang lain. Bila kau mau merasakan tegangnya saat dikejar binatang buas, perihnyanya terjangan ombak, dan sakitnya hempasan angin yang datang. Kau hanya butuh sedikit motivasi dan kepercayaan diri bahwa yang kau lakukan benar, karena kau tak melanggar laranganNya!

Aku tahu, dan aku juga merasakannya bahwa lingkungan membuat kita membangun gua-gua kita sendiri. Gua yang ketika sukses ada standarnya, ketika berhasil ada standarnya, standar yang dibuat oleh pandangan manusia lainnya terhadap kita. Sehingga lihatlah sekarang, yang jelas-jelas salah malah dibenarkan, yang jelas-jelas benar malah disalahkan. Maka kali ini bilakah aku boleh meminta, keluarlah dari gua! just keep moving on, kawan! Hanya butuh sedikit kerelakanmu meninggalkan gua itu.

Semoga kita semua memperoleh kata sukses yang sesunggunya. Sukses dimataNya. Aamiin...

Apa? Kau masih ingin namamu dipandang oleh manusia lainnya? Tunggulah, bila Ia sudah ridha, maka apapun akan Ia berikan padamu. Bukankah kita sudah sama-sama tahu bahwa Dia Maha Pemberi? Sedang kepada yang durhaka saja masih ia kasihi, apalagi kepada yang memang mencari cintaNya. Betul atau bener?

Awali semuanya dengan "Lillahi ta'ala" jangan "Linannas ta'ala"!!!!!! Naudzubillah....














Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.