Ya, Harus Tawaazun!
.jpg)
Soal kata yang satu ini saya dapat lagi setelah baca buku "Dengan Tinta Mengubah Dunia" karya beberapa penulis handal yang dijadiin sebuah buku antalogi. Banyak hal menarik dalam buku ini. Kisah-kisah tentang bagaimana kaum muslimin menjadi the best pada sebuah masa, pemaparan tentang bagaimana kekhalifaan Islam mampu membentuk sebuah negeri yang kekerenannya dikenang sepanjang masa, dll.
Tapi, di antara sekian banyak kisah itu, salah satu ceritanya seakan dibuat untuk saya. haha GR yah? Tapi memang demikian adanya, karya mbak Iffah Wardatun Hamro, seakan menjawab kebimbangan saya, tanya saya. (eh, sadar, namanya nyerempet-nyerempet nama saya juga). Jangan jangaaaaaaannn...haha..udah ah! Em, mungkin cerita ini juga bukan tentang saya saja, tapi tentang galaumu juga sobat!
Di dalam buku itu, si mbak bercerita tentang dilema seorang aktivis dakwah yang juga harus kuliah S2, dan punya kerjaan yang menggunung. Nah, tokoh dalam kisah tersebut akhirnya merasa kurang proporsional karena dikesehariannya musti mengorbankan beberapa agenda, merasa menganak tirikan mungkin tepatnya, mengesampingkan pekerjaan lain yang mestinya juga dilakukan.
Waktu 24 jam dirasa tak cukup untuk merealisasikan segala agenda. Kerjaan jadi keteteran, tugas-tugas kuliah menumpuk, agenda dakwah yang terus berdatangan. Setelah dipikir-pikir, akhirnya beliau memutuskan untuk mengorbankan salah satunya, tapi karena beliau merasa menghentikan kuliah itu mustahil, sama dengan bunuh diri, karena menghentikan kuliah = menghentikan beasiswa = membayar denda. Begitupun dengan dakwah, karena bagi beliau yang sudah memahami hakikat hidup dan mengembang ideologi islam, maka dakwah harus jadi aktivitas utama. Finally, kerjalah yang harus dihentikan.
Saat melobi si ketua yayasan agar bisa mundur dari jabatan, beliau dapat petuah, yang akhirnya membuat saya mengerti akan hakikat proporsional itu, mungkin begitu pun si mbak dalam cerita ini, berikut cuplikannya.
"Proporsional itu tidak mesti dengan mampu menjalankan semua aktivitas dalam satu hari. Setiap satu hari harus dakwah, dalam satu hari harus kuliah, dalam satu hari juga kerja. Tidak selamanya tidak terjadwal rutin seperti itu. Bisa jadi dalam satu hari kita bahkan harus meninggalkan semua itu karena ada kondisi darurat yang harus diselesaikan. Proporsional itu bukan membagi sama rata setiap aktivitas dalam tempo satu hari, tapi bagaimana menyeimbangkan seluruh aktivitas dan amanah-amanah dalam kehidupan kita, entah seminggu, entah sebulan, atau setahun."
Nah, memang entah mengapa aktivis dakwah atau orang-orang yang aktif berorganisasi itu identik dengan nilai jelek, IPK anjlok, kuliah lama.
Apa kurang fokus yah? Bisa jadi. Soalnya banyak hal yang musti dipikirkan dalam satu waktu. Dan alih-alih terselesaikan semua, malah bisa menimbulkan hilangnya ingatan karena overload beban dipikiran (baca cerita sebelumnya "saya bukan komputer, i'm not a multitasking person).
Tapiii...ini semua g berlaku! Sungguh lain akan lain cerita bila kita dapat menerapkan prinsip tawaazun ini. Ya, pandai mengatur waktu, memcocok-cocokkannya, menentukan skala prioritasnya.
Toh, lihat saja! Orang-orang sukses itu meski seabrek-abrek amanah yang dipikulnya, berbab-bab yang harus dipikirkannya, tapi mereka tetap saja bisa santai, menikmati, g jadi gila! Apa rahasinya? Ya, sepertinya memang ini! Pengaturan waktu. Waktu yang mereka porsikan untuk melakukan sesuatu itu sudah tertata dengan baik, jadi tak ada yang dilewatkan, diabaikan, semuanya tertangani.
Rasulullah saw. suri teladan kita punya segudang amanah yang harus ia kerjakan, mengurus negara, agama, dan semua-semuanya. Tapi lihatlah betapa berhasilnya beliau! Hingga sejahtera rakyatnya, nikmat iman dapat kita rasakan hingga saat ini. Beliaulah contoh kedisiplinan yang paling sempurna, keseimbangan yang paling sama rata.
Mari kita ikuti jejaknya! ^_^
Leave a Comment