Keracunan obat? Apa saja yang harus dilakukan?

Seorang dosen mata kulaih metode farmakologi toksikologi di kampus saya pernah bilang bahwa untuk menjadi seorang toksikolog salah satu prinsip yang harus kita pegang adalah "semua zat bersifat potensial toksik", jadi kita bisa lebih aware terhadapnya.
Nah, yang membedakan toksik atau tidaknya suatu zat adalah ambang yang dapat diterima tubuh kita. Contohnya: gula.
Memang zat ini dianggap tidak beracun, tapi ketika berlebihan maka akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan, misalnya karies gigi, diabetes, berat badan, jantung, dan sebagainya. yang mana ini disebabkan oleh ambang batas yang harusnya di terima oleh part-part tubuh kita itu sudah melebihi batasnya.

Itu salah satu contoh zat yang sering kita temui sehari-hari, yang sering kita gunakan. Lantas, bagaimana dengan obat?
Mikirnya gini, zat yang kita anggap biasa aja, bisa menimbulkan toksisitas, apalagi obat kan? yang sudah jelas zat yang sering disebut "Racun".

Obat sangat sensitif dengan kata toksik. Makanya perlu dilakukan uji yang namanya uji toksisitas untuk memastikan obat tersebut aman untuk digunakan. Ambang batasnya sampe mana (dosis yang aman).

Tapi ternyata bukanlah dosis kadang-kadang bukan merupakan faktor penentu toksisitas melainkan konsentrasi zat pada lokasi target (target/tissue).
Artinya, ada obat yang ketika kita perbesar dosisnya maka belum tentu kita akan keracunan, karena tidak selamanya dosis yang besar menggambarkan banyaknya yang terikat di jaringan, di sana ada pengaruh otak, juga dipengaruhi oleh adanya masalah di ADME (absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi).
Umumnya konsentrasi obat di jaringan memang sebanding dengan besarnya dosis tapi...ada yang namanya variasi individual, mungkin karena perbedaan gen.
Misalnya pemberian INH pada orang Indonesia dan orang Jepang.
INH dosis normal pada orang Indonesia bisa mengakibatkan intoleransi pada orang Jepang.
Atau susi pada orang indonesia tidak bisa diterima, padahal orang jepang biasa aja kalau makan itu tuh.

Kasus keracunan obat umumnya terjadi pada anak-anak, why?
Dosen saya pada mata kuliah ini kurang lebih ngomong gini, "Lihatlah obat-obat jaman sekarang! warna-warni kan? Menarik sekali, sehingga seringkali kita menanamkan ke anak-anak bahwa obat adalah permen." Sebenarnya maksud kita itu baik, agar anak mau minum obat. Tapi, saat bersaan, ketika di dalam pikiran mereka tertanam bahwa obat adalah permen maka bisa mengakibatkan pengen dan pengen terus. Padahal obat ketika terjadi akumulasi di dalam tubuh bisa fatal.
Harusnya yang dipahamkan ke mereka itu, adalah bahwa obat bukan permen, memang enak, tapi bukan makanan biasa yang bisa diminum sembarangan. Penting untuk informasi ini, atau tempatkan di tempat yang sulit dijangkau.

Salah satu sebab kenapa obat bisa toksik juga, selain ambang batas tadi, ada kalanya dosis yang tinggi eliminasi obat juga tinggi, ada yang dosisnya tinggi tapi eliminasinya rendah, dan yang lebih parah lagi, ada yang dosisnya tinggi tapi eliminasinya tidak ada sama sekali. Sehingga yang ada di tubuh akan di situ-situ saja, maka bila pemakaian berulang, bisa terakumulasi, menumpuk, dan mengganggu kesehatan.

Sumber-sumber keracunan pada zat-zat kimia (baik obat maupun non obat), diantaranya:
1. Produk pembersih. misalnya detergen, bahan pembersih lantai, dsb.
2. Analgetik
3. Kosmetik. Misalnya Merkuri dan Hidrokuinon
4. Tanaman.
5. Obat batuk. Banyak kasus yang terjadi karena informasi yang kurang tepat. Misalnya, ada obat yang harus diminum sampai habis pada antibiotik. Benar, harus sampai habis, tapi dalam jangka waktu tertentu, bukan dalam satu waktu. Pada masyarakat awam, kadang ini keliru. Salah kaprah. Maka pemberian informasi harus benar-benar tepat.
6. Hidrokarbon.
7. Bisa ular, tawon, dll
8. Obat topikal.
9. Alergen
10. Makanan dan Minuman. Misalnya yang sudah terkontaminasi bakteri atau jamur.

Dan tidak semua kasus terlaporkan. Insiden keracunan cenderung meningkat tiap tahun. Informasi ini dapat dilihat di balai POM.

Rute paparan.
Oral (mulut). Racun penyebab dapat diperoleh dari produk rumah tangga, produk yang menganduk pertoleum, cairan pembersih, kosmetik, obat, tanaman/makanan. Absorpsi terjadi di lambung dan usus.
Inhalasi. Racun penyebab dapat berupa gas, aerosol, minyak atsiri, CO, amonia, klorin, freon, NO, metil klorida, atau karbon tetraklorida. Absorpsi terjadi melalui membran kapilar/ alveoli di paru.
Kulit. Racun penyebab dapat berupa ivy, oak atau sumac, gas air mata, organofosfat (insektisida-herbisida). Absorpsi terjadi melalui kapilar mukosa kulit atau mata.
Injeksi. Racun penyebab dapat berupa gigitan binatang, suntikan secara sengaja zat yang tidak memenuhi standar atau ilegal. Racun masuk langsung ke dalam tubuh melalui perusakan lapisan kulit.

Penanganan pertama pada keracunan.
1. Gali dan telusuri semua petunjuk penyebab keracunan, sambil mengamankan korban dari paparan. Jangan sampai kita hanya heboh menanyakan sebab, "apa?", "kenapa?", tapi lupa mengamankan korban sehingga paparan semakin banyak, keadaan terlambat untuk ditangani.
2. Dekontaminasi menyeluruh. Umumnya dilakukan dengan melepaskan semua pakaian korman dan mencuci korban dengan air. Handuk dan pakaian ditempatkan pada wadah barang berbahaya/hazardous waste bags. Paling tidak melonggarkan bagian-bagian yang ketat (yang menyulitkan pernapasan)
3. Mencari pertolongan medik.
4. Memberikan supportive care. evaluasi umum (anamnesa, pemeriksaan fisik), resusitasi/ teknik ABCs
5. Pencegahan absorpsi/dekontaminasi GI. Dapat dilakukan dengan menginduksi muntah, pemberian karbon aktif, atau cuci lambung.
6. Peningkatan eliminasi racun dari tubuh. Misalnya Alkalinisasi, Acidifikasi urine, Forced diuresis, Hemodialysis/Hemoperfusion
7. Pemberian antidot (penawar racun). Misalnya pemberian Desferrioxamine (pada keracuanan IRON), Naloxone (pada keracunan OPIATES), dan N-Acetylcysteine (pada keracunan PARACETAMOL)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.