Hewan Uji Sebagai Objek Eksperimen
Hewan percobaan tidak ternilai jasanya dalam merintis pengembangan bidang kesehatan, karena digunakan untuk menggambarkan kondisi penyakit dan mekanisme pengobatan pada manusia (meski etiologi dan patofisiologi hewan dan manusia berbeda).
Dari model percobaan ini maka diperoleh cara penanganan kesehatan, bahan obat yang berpotensi, alat kesehatan dan bahan non obat yang aman digunakan dalam bidang kesehatan.
Objek : Hewan utuh dengan segala perilaku dan responsivitas serta kepekaannya atau organ, sel, dengan segala sifat hidupnya.
Bioetik : Kajian etik dan pengambilan keputusan berkaitan dengan penggunaan organisme hidup dan produknya serta produk beresiko.
Di dalam suatu penelitian, peneliti harus mampu menggambarkan hubungan antara keuntungan, resiko, dan tugas/pekerjaan berdasarkan 3 prisip dasar penggunaan hewan coba, yaitu:
Replacement : Penggunaan spesies hewan tertentu (ada tidaknya hewan alternatif)
Reduction : Penggunanan hewan dalam jumlah seminimum mungkin untuk mencapai tujuan ilmiah.
Refinement : Penggunaan metode yang menyebabkan seminimal mungkin efek negatif pada hewan percobaan.
Adapun dasar etika penggunaan hewan dengan santun : 5W + 1H
What : Pekerjaan apa, justifikasi, subjek, alternatif
Why : Tujuan, subjek, dll
Where : Lokasi, sarana
When : kapan, durasi, frekuensi, mulai-akhir pengerjaan atau perilaku
Who : Kompetensi peneliti utama, pelaksana, monitoring
How : Tata kerja, persiapan, perencanaan, cara penilaian, terminasi, dll.
Pada penelitian dengan menggunakan hewan utuh maka komisi etik akan mempertimbangkan jumlah penggunaan hewan, maka peneliti perlu memastikan bahwa penggunaan tiap kelompok hewan percobaan benar-benar perlu dan tercermin dalam percobaan yang dilakukan (dapat dipertanggung jawabkan).
Misalnya, pada kontrol sakit, harus dapat menggambarkan bahwa model hewan sakit itu berhasil. Sedangkan pada pembanding, mampu menggambarkan bahwa model eksperimen kita dapat menangani penyakit tertentu sesuai perbandingan dengan pembanding.
Sehingga dapat dipertanggung jawabkan bahwa metode yang kita gunakan benar (kaitannya dengan jumlah hewan).
Penggunaan dosis penginduksi sakit pada hewan coba harus sedapat mungkin tidak mendekati dosis toksik (dapat menyebabkan kematian hewan uji). Maka sebelum diinduksikan pada hewan zat tersebut zat penginduksi harus diorientasi terlebih dahulu dosisnya, yaitu pengujian pada sejumlah kecil hewan, diamati mati atau tidak.
Keadaan klinis hewan uji dan manusia harus sedekat mungkin sehingga mampu dijadikan dasar pendekatan desain eksperimen praklinis.
Faktor eksperimen dengan hewan uji :
1. Kualitas Genetik : galur, sistem, dan kualitas peternakan. Misalnya Kelinci, maka tidak boleh dibeli di tempat yang tidak jelas galurnya, dan secara etika penelitian tidak boleh ditulis "Kelinci New Zelandist" bila ia termasuk hewan hibrid. Tidak boleh digunakan hewan yang bersaudara (berdasarkan hukum mendle : keturunan ke7 ada kelaianan)
2. Status Biologi : usia, bobot, dan jenis kelamin
3. Status Kesehatan : kualitas peternak, jaminan kesehatan, pemeliharaan kesehatan/pencegahan penyakit.
4. Status Nutrisi: kualitas peternak, komposisi makanan yang tetap, kualitas minuman. Agar perilaku dan sifat-sifatnya tetap maka makanan/minuman yang diberikan harus memilihi kualitas dan jenis yang sama terus-menerus dari awal lahir hingga eksperimen.
5. Tata Pemeliharaan : a) Kandang (ukuran, tempat tidur, dll); b) Ruang pemeliharaan (suhu, ventilasi, humiditas, kebisingan, adanya hewan lain, jumlah/kandang, jumlah/ukuran ruang).
6. Transportasi : Tujuan, cara lama, kondisi, suplai makanan
7. Kepedulian terhadap hewan uji : kualitas karakter hewan dijaga, kualitas teknisi
8. Teknik eksperimental : kualitas teknisi, standarisasi teknis, lama penanganan, jenis perlakuan (puasa), pemanfaat alat, restriksi box, pengalaman (keterampilan).
Cara penanganan hewan uji tergantung pada jenis hewan uji, karakter, dan sifat hewan uji : tepat tidak menyakiti hewan dan kita. Baik dari cara penanganan, memegang, membawa, dan menangani untuk perlakuan.
Cara pemberian obat didasarkan kepada kesesuaian teknik dengan jenis dan karakter hewan uji. Pada pemberian obat secara oral, perlu diigunakan sonde khusus, sehingga sering dikatakan pemberian intragastrik (langsung ke gastrik, sehingga tidak terjadi muntah yang akan mempengaruhi nilai kuantitatif dari zat uji). Sedangkan pada pemberian obat secara intravena (telinga kelinci) diperlukan teknik yang sesuai dan mantap, yang dikerjakan secara terampil, tersusun tahap pengerjaannya, serta tersedianya alat suntik, kapas, dan antiseptik, yang kesemuanya ini akan mempengaruhi data eksperimen.
Pencatatan waktu merupakan hal yang penting sehingga pe rsiapan terhadap setiap perlakuan harus matang dan tersedia baik, begitu pun dengan alat-alat pendukungnya.
Pada dasarnya semua cara pemberian obat, baik oral, parenteral, non parenteral, lokal, maupun sistemik bisa dilakukan asal dipahami teknik penanganan, alat yang digunakan serta anatomi dan fisioologi hewan coba.
Anatomi dan fisiologi ini kemudian berperan dalam penentuan kontak pertama obat dengan tubuh, sehingga dapat diamati tiap proses yang terjadi (abasorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi).
Dari model percobaan ini maka diperoleh cara penanganan kesehatan, bahan obat yang berpotensi, alat kesehatan dan bahan non obat yang aman digunakan dalam bidang kesehatan.
Objek : Hewan utuh dengan segala perilaku dan responsivitas serta kepekaannya atau organ, sel, dengan segala sifat hidupnya.
Bioetik : Kajian etik dan pengambilan keputusan berkaitan dengan penggunaan organisme hidup dan produknya serta produk beresiko.
Di dalam suatu penelitian, peneliti harus mampu menggambarkan hubungan antara keuntungan, resiko, dan tugas/pekerjaan berdasarkan 3 prisip dasar penggunaan hewan coba, yaitu:
Replacement : Penggunaan spesies hewan tertentu (ada tidaknya hewan alternatif)
Reduction : Penggunanan hewan dalam jumlah seminimum mungkin untuk mencapai tujuan ilmiah.
Refinement : Penggunaan metode yang menyebabkan seminimal mungkin efek negatif pada hewan percobaan.
Adapun dasar etika penggunaan hewan dengan santun : 5W + 1H
What : Pekerjaan apa, justifikasi, subjek, alternatif
Why : Tujuan, subjek, dll
Where : Lokasi, sarana
When : kapan, durasi, frekuensi, mulai-akhir pengerjaan atau perilaku
Who : Kompetensi peneliti utama, pelaksana, monitoring
How : Tata kerja, persiapan, perencanaan, cara penilaian, terminasi, dll.
Pada penelitian dengan menggunakan hewan utuh maka komisi etik akan mempertimbangkan jumlah penggunaan hewan, maka peneliti perlu memastikan bahwa penggunaan tiap kelompok hewan percobaan benar-benar perlu dan tercermin dalam percobaan yang dilakukan (dapat dipertanggung jawabkan).
Misalnya, pada kontrol sakit, harus dapat menggambarkan bahwa model hewan sakit itu berhasil. Sedangkan pada pembanding, mampu menggambarkan bahwa model eksperimen kita dapat menangani penyakit tertentu sesuai perbandingan dengan pembanding.
Sehingga dapat dipertanggung jawabkan bahwa metode yang kita gunakan benar (kaitannya dengan jumlah hewan).
Penggunaan dosis penginduksi sakit pada hewan coba harus sedapat mungkin tidak mendekati dosis toksik (dapat menyebabkan kematian hewan uji). Maka sebelum diinduksikan pada hewan zat tersebut zat penginduksi harus diorientasi terlebih dahulu dosisnya, yaitu pengujian pada sejumlah kecil hewan, diamati mati atau tidak.
Keadaan klinis hewan uji dan manusia harus sedekat mungkin sehingga mampu dijadikan dasar pendekatan desain eksperimen praklinis.
Faktor eksperimen dengan hewan uji :
1. Kualitas Genetik : galur, sistem, dan kualitas peternakan. Misalnya Kelinci, maka tidak boleh dibeli di tempat yang tidak jelas galurnya, dan secara etika penelitian tidak boleh ditulis "Kelinci New Zelandist" bila ia termasuk hewan hibrid. Tidak boleh digunakan hewan yang bersaudara (berdasarkan hukum mendle : keturunan ke7 ada kelaianan)
2. Status Biologi : usia, bobot, dan jenis kelamin
3. Status Kesehatan : kualitas peternak, jaminan kesehatan, pemeliharaan kesehatan/pencegahan penyakit.
4. Status Nutrisi: kualitas peternak, komposisi makanan yang tetap, kualitas minuman. Agar perilaku dan sifat-sifatnya tetap maka makanan/minuman yang diberikan harus memilihi kualitas dan jenis yang sama terus-menerus dari awal lahir hingga eksperimen.
5. Tata Pemeliharaan : a) Kandang (ukuran, tempat tidur, dll); b) Ruang pemeliharaan (suhu, ventilasi, humiditas, kebisingan, adanya hewan lain, jumlah/kandang, jumlah/ukuran ruang).
6. Transportasi : Tujuan, cara lama, kondisi, suplai makanan
7. Kepedulian terhadap hewan uji : kualitas karakter hewan dijaga, kualitas teknisi
8. Teknik eksperimental : kualitas teknisi, standarisasi teknis, lama penanganan, jenis perlakuan (puasa), pemanfaat alat, restriksi box, pengalaman (keterampilan).
Cara penanganan hewan uji tergantung pada jenis hewan uji, karakter, dan sifat hewan uji : tepat tidak menyakiti hewan dan kita. Baik dari cara penanganan, memegang, membawa, dan menangani untuk perlakuan.
Cara pemberian obat didasarkan kepada kesesuaian teknik dengan jenis dan karakter hewan uji. Pada pemberian obat secara oral, perlu diigunakan sonde khusus, sehingga sering dikatakan pemberian intragastrik (langsung ke gastrik, sehingga tidak terjadi muntah yang akan mempengaruhi nilai kuantitatif dari zat uji). Sedangkan pada pemberian obat secara intravena (telinga kelinci) diperlukan teknik yang sesuai dan mantap, yang dikerjakan secara terampil, tersusun tahap pengerjaannya, serta tersedianya alat suntik, kapas, dan antiseptik, yang kesemuanya ini akan mempengaruhi data eksperimen.
Pencatatan waktu merupakan hal yang penting sehingga pe rsiapan terhadap setiap perlakuan harus matang dan tersedia baik, begitu pun dengan alat-alat pendukungnya.
Pada dasarnya semua cara pemberian obat, baik oral, parenteral, non parenteral, lokal, maupun sistemik bisa dilakukan asal dipahami teknik penanganan, alat yang digunakan serta anatomi dan fisioologi hewan coba.
Anatomi dan fisiologi ini kemudian berperan dalam penentuan kontak pertama obat dengan tubuh, sehingga dapat diamati tiap proses yang terjadi (abasorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi).
Leave a Comment