Anak-Anak Itu dan Kerinduan
"Da aku mah apa atuh?"
Kalimat ini spontan keluar dari dalam hati saya saat membaca profil para Pengajar Muda Indonesia.
Ya, saya baru saja membaca beberapa cerita di buku yang kemarin saya beli di bazar. Akhirnya kesampaian, di bulan-bulan lalu hanya jadi list buku yang bakal saya baca, ngiler aja. hee...
Buku Indonesia Mengajar ini membuat saya makin fall in love dengan dunia anak-anak. Yang dengan segala "keajaiban" mereka, selalu saja menjadi misteri untuk dipecahkan.
Masih lekat diingatan, saat seorang anak menyanyikan saya, "Dia gadis berkerudung merah, hatiku tergoda tergugah, tak parasnya yang indah, dia baik dia shalehah..." Sambil joged-joged di tengah pelajaran. Anak itu 1 dari anak yang "aktif" di kelas 3 SD, tempat saya KKN (Kuliah Kerja Nyata) dulu. Tak cuma itu, mereka juga kerap kali mengikuti sapaan saya yang "Gini sayang...." Saat diajarkan berhitung, dan saya tidak bisa untuk tidak tertawa. Haha...
Di Madrasah Ibtidaiyah lain lagi, meski mereka "lebih sopan" dari anak SD umumnya, tapi tetap saja ada kelakuan "aneh" yang mereka kerjakan. Ribut, tentu! Kadang-kadang malah berasa di pasar. Untuk mengembalikan kefokusan mereka, saya harus memutar otak, memberi pertanyaan layaknya game.
Tak bisa lupa moment itu, ketika saya harus membawa 11 anak untuk berlomba Qasidah di desa tetangga. Sebelumnya, mereka yang tinggal di berbagai penjuru desa mesti latihan di mesjid. Dan saya sebagai pendamping sekaligus pelatih (amatir), harus bertanggung jawab atas mereka semua. Lucunya, karena ada anak yang mesti menjaga adik di sore hari, alhasil adiknya dibopong juga. Nah, karena jarak antara rumah dan mesjid jauuuhhh banget, maka saya bergiliran dengan si kakak menggendong adik-adik mereka, melewati jalan panjang yang di kelilingi kebun-kebun.
Seorang anak berkata, "Turun, Dek! Kasihan kakaknya, cape', jauh. Jalan saja nah! (dengan logat daerah sana)" Kepada adiknya yang masih kira-kira berusia 3 tahun itu. Sementara dia, si kakak kalau tidak salah ingat, dulu murid di bangku kelas 4 SD. Di beberapa langkah berikutnya, adiknya minta di gendong lagi. "Saya saja, Kak!" Segera mengangkat tubuh kecil itu dengan tangannya yang juga tidak kalah kecil. Akhirnya, saya mengurusi anak yang lain. Di sepanjang jalan, saya perhatikan dia dari belakang, Wuiiihh... Subhanallah.. dewasa sekali anak ini. Diperhatikannya si adik dengan penuh kasih sayang. Padahal jalan itu benar-benar jauuuhhh....tentu dia juga lelah, wong saya juga pegel. hee...
Di sekolah, ada seorang anak di kelas 2 yang menarik perhatian saya. Dia sering mematung di depan kelasnya, sementara teman-teman yang lainnya sibuk belajar. Ketika pertama kali melihat kejadian ini, saya bertanya kepada seorang guru di kantor (saat itu saya sedang tidak ada kelas). Beliau hanya bilang, "Dia memang begitu. Jarang sekali bersuara. Selalu melamun, lebih suka di luar kelas. Biar disuruh masuk, tetap kayak patung. Nda tahu kenapa, padahal adiknya Taufik, pintar. Malah hampir kami tidak kasih naik kelas dia. tetap kelas 1 saja dulu."
Ya, Taufik (kalau tidak salah ingat namanya), murid saya di kelas 3 memang termasuk anak yang cepat tanggap. Soal Matematika yang sering saya berikan, mudah ia pecahkan. Jadi, memang mengherankan keadaan kontras, tingkah kakak perempuannya itu. Ketika saya tanyakan ke Taufik, dia hanya menggeleng, katanya tidak tahu, memang dari dulu begitu. Saya kemudian menanyakan tempat tinggal mereka, di rumah ngapain aja, orang tuanya kalau di rumah cerita apa saja, dan sebagainya, sekedar mengobati rasa penasaran terhadap si anak. Dari informasi tersebut, saya akhirnya tahu bahwa mereka tinggal jauuuhh di dalam pelosok desa, untuk ke sekolah mereka harus jalan melewati hutan-hutan, dan tidak memakai alas kaki (seperti rata-rata anak di sekolah itu). Sedangkan di rumah, mereka memang tidak banyak berkomunikasi. Meskipun ini tidak menjawab pertanyaan saya, sayang sekali, saya pun tidak punya banyak waktu untuk mengikuti naluri penasaran ini, karena saya tidak mengajar di kelas si kakak. Selain itu, mesti mengajar di 2 sekolah berbeda dengan anak-anak yang tidak kalah unik. Dan misteri ini pun belum terpecahkan hingga kami pulang KKN. Hmm...
Sore hari, anak-anak itu antusias sekali datang ke rumah kami, untuk les beberapa mata pelajaran. Bahkan siang hari, saat kami sedang beristirahat, mereka juga seringkali datang bertamu, membuat keributan di rumah panggung itu. Awalnya memang terasa mengganggu, tapi lama-lama jadi biasa dan memaklumi, "Namanya juga anak-anak, mereka butuh perhatian ekstra". (berlatih sabat. hihi)
Tak kalah heboh di mesjid, saat kami harus mengajar mengaji. Anak-anak berebutan menyetorkan bacaannya, semangat mengulang hapalan.
Dan masih banyak cerita mengesankan lainnya. Yang tidak bisa saya ceritakan semua, entar malah nyaingin buku ini. hehe....
Tapi, satu yang pasti, saya benar-benar merindukan merekaaaaa.... hiks. Kapan lagi yah?
Then, meskipun saya memang tidak se-wow para pengajar muda itu, tapi saya rasa pengalaman dan hikmah memang milik semua orang yang telah "memasuki" dunia anak-anak.
Saat harus kembali ke Makassar menjadi mahasiswa, derai air mata mengiringi perpisahan kami.
Berharap suatu saat nanti saya bisa kembali mengajar anak-anak seperti mereka. Aamiin.


Leave a Comment