Tidak suka jadi suka: Me vs Kiimia
Di dunia ini, tentu, ada saja hal yang tidak kita sukai. Bukan berarti kita membencinya, hanya saja tidak cukup menarik perhatian kita, menjalaninya bisa setengah hati.
Ada banyak faktor yang melatar belangi ini. Entah karena sedari awal memang tidak suka, atau karena bosan saja. Soal bosan, mungkin cara menanganinya memang mesti refreshing, butuh inovasi biar tidak monoton. Sedangkan untuk hal yang entah mengapa kita memang tidak suka dari sononya, perlu penanganan yang lebih mendalam. Hehe..
Faktanya, meski tak suka, ada banyak hal yang musti dijalani. Tidak melewatinya berarti tak ada kesempatan untuk ke tahap selanjutnya. Misalnya, tidak lulus dalam satu mata kuliah wajib jurusan, maka kudu' diulang sampai dapat nilai tuntas. Tak ada ceritanya tiba-tiba wisuda sedang kuliah itu dapat nilai E. Dan ada banyak contoh lainnya.
"Man jadda wa jada", barangsiapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan mendapatkan. Kata ini sudah kita hapal di luar kepala. Tapi begitulah, tidak semua rumus yang kita tahu dapat benar-benar kita terapkan dalam kehidupan kita. Kembali lagi, niatnya sekuat apa, maunya sebesar apa?
Termasuk dalam hal ini. Sesuatu yang tidak disukai, dalam hal ini adalah hal yang baik-baik, InsyaAllah lambat laun akan kita sukai bila kita bersungguh-sungguh membuka hati untuknya. Kenali terlebih dahulu, cari sisi baiknya, pahami. Karena sedari dulu, selalu ada alasan untuk menyukai apapun yang berlabel "kebaikan".
Contohnya, awalnya saya paling tidak bisa mengopromi ketidaksukaan saya terhadap mata kuliah yang berbau analisis struktur kimia. Reaksi-reaksinya bikin kepala saya pusing 7 keliling. Menurut saya mata kuliah jenis itu adalah mata kuliah paling absurd. *Hehe. piss... ini menurut saya loh.
Padahal, jurusan saya memang berkaitan erat dengan jenis pelajaran ini. Hukumnya wajib untuk dikuasai. Tapi boro-boro saya suka, semakin lama belajar, ketidaksukaan saya semakin menjadi-jadi. Alhasil awal semester, nilai Kimia Dasar saya C, kimia Medisinal juga sama buruknya, yang paling buruk karena saya malas banget belajar, nilai saya E untuk Farmakologi Molekular. Luar biasa! Sebuah record tercatat dalam sejarah kehidupan saya. E pemirsa! Anehnya, dengan nilai ini, respon saya biasa-biasa saja, em..mungkin karena sedari awal saya sudah tahu ini bakal terjadi. Wong jangankan belajar giat, ngilirik buku juga cuma bertahan beberapa menit. Maka sudah bisa saya tebak nilai ini akan keluar.
Tapi yang lebih aneh lagi, faktanya, meski sudah saya judge "tak suka", ada saja mata kuliah yang berbau struktur yang dapat membuat saya menyumbang nilai A pada transkrip. Contonya, Kimia Organik, Kimia Analisis, Elusidasi Struktur, dan yang terakhir Farmakologi Molekular II. Why??? Karena ternyata belakangan saya sadari, bahwa bukan tentang suka tidak suka. Hal ini ternyata lebih disebabkan oleh kuliah-kuliah ini bisa saya terima dengan lapang dada. Saya memang tidak suka dengan kewajiban menghapalkan rumus struktur dan embel-embelnya, tetapi saya dibuat mengerti dengan alasan-alasannya, mengapa akhirnya tercipta reaksi begini dan begitu, tak perlu menghapal, seperti yang saya takutkan, cukup dianalisis. Dosen yang tidak kaku dan membosankan membuat saya ternyata bisa menikmati apa yang tidak saya sukai. Ternyata banyak hal menarik dari si Kimia yang bisa membuat saya penasaran, benar-benar menarik perhatian saya.
Nah, sampai disini, saya juga mengerti akan suatu hal lagi, bahwa banyak hal tentang suka dan tidak suka, bukan karena hal itu sendiri, tentang apa yang memang sedari awal tidak kita sukai. Tapi lebih tentang bagaimana sesuatu dari luar bisa membuat kita menghadirkan rasa suka atau tidak suka tersebut.
Pada prinsipnya, apapun yang ditawarkan kepada kita, mau suka atau tidak, ketika caranya baik dan memang hal-hal yang baik, maka InsyaAllah akan kita sukai. Begitupun sebaliknya, ketika yang kita sukai tapi disajikan sangat tidak menarik, maka mungkin dapat menyurutkan keinginan untuk tetap menyukainya. Ini berkaitan erat dengan masalah toleransi hati. Hehe.. Demikian.
Leave a Comment