Orangtua, Teladan terdekat
Bukan maksud nguping sih, hee...Tapi pernah nggak, saat kamu dalam angkot
lantas tidak sedang fokus dengan sebuah pikiran, terus ada orang yang ngobrol
gede-gede? Mau tidak mau biasanya jadi ikutan nyimak deh... Tadi saya gitu,
lagi-lagi. Hihi. Dosa nggak yah? Mudah-mudahan nggak. Toh bukan keburukan,
malah jadi pelajaran berharga bagi saya pribadi.
Seorang bapak yang duduk di samping sopir itu tampak antusias sekali,
bercerita tentang keluarganya, sesekali terbahak lalu menggeleng-geleng.
“Saya punya pembantu Pak, tapi
saya ngajarin anak-anak saya buat nyuci sendiri, nyetrika sendiri. Biar bisa
mandiri!” Katanya.
Si sopir menimpali, “Iya Pak, di
rumah, saya juga bilang ke anak saya kalau kalau habis makan,
“Itu piring siapa? Punya ade’
atau punya Mama?”
“Punya Adek, Pak” Menirukan
jawaban anaknya.
“Trus, memangnya Mama pembantu,
disuruh nyuciin piring ade’?”
Langsung deh dia nyuci sendiri.
Hehehe” Sambung beliau.
“Iya, anak-anak sekarang yah
Pak, harus diberi contoh langsung. Kalau saya pulang ke rumah, saya sering
beres-beres, cuci motor sendiri, biar anak-anak ngelihat.” Si bapak
tersenyum. “Orangtua saya juga dulu
sering nyontohin, kerja ini itu harus bisa sendiri, makanya kita-kita ini jadi
nggak manja, nggak suka tergantung sama orang lain.”
Di tengah kemacetan, tiba-tiba ada seorang pemuda merapatkan motornya,
“Pak...” Sapanya santun.
“Hei! Penumpang sepi euy”
Kata Sopir.
“Ini anak saya, Pak” Memperkenalkan.
Pemuda itu tersenyum, mengangguk takzim. Dibalas si bapak.
Lantas Sopir tersebut mempersilahkan anaknya untuk duluan menembus
kemacetan.
“Anak itu Pak, sopan sekali sama
orang tua. Kalau anak-anak yang lain kan biasanya nggak mau nyapa bapaknya
kalau ketemu di jalan, dia mah nyapa. Terus kalau mamanya sakit, selalu dia
urusin, antar ke rumah sakit, ditungguin, dirawat, pokoknya perhatian.
Anak-anak memang harus kasih contoh yang baik, di rumah harus sering disapa,
jangan manyun mulu. Hehe” Beliau terkekeh.
Seburat senyum tersadari tersinggung di bibir saya, sesumringah si
sopir yang tengah membanggakan anaknya.
MasyaAllah, mendengar ini
saja saya sudah merinding, ikut bahagia, terharu. Apalagi kalau mungkin
kata-kata serupa, ekspresi yang sama, keluar dari wajah orang tua saya sendiri.
Indahnya dunia....
Cerita ini kembali membawa cuplikan-cuplikan kejadian di rumah. Bapak
dan Mama selalu bangun subuh sekali. Bahkan meski begadang, bangunnya tetap
kosisten, tak pernah telat. Shalat, ngaji, dan mulai beberes. Sapu selalu jadi
alat andalan Bapak, setelah di dalam rumah selesai, lanjut ke pekarangan. Bunga-bunga
selalu terawat dengan baik, bermekaran bergantian berkat ketelatenan tangan
beliau. Mama sudah sibuk di dapur, menyulap bahan mentah menjadi sarapan yang
selalu bikin ngiler, teh manis dibuat untuk sekeluarga. Saking rajinnya mereka
berdua, kami selalu merasa tidak punya kerjaan lagi.
Terngiang kembali kata Mama, saat kami susah sekali untuk dibangunkan,
“Lihat itu, Bapakmu saja dari pagi sudah
bersih-bersih di luar, apa kalian nda malu?” Kata-kata yang selalu bikin
saya merasa bersalah bertubi-tubi kalau tidur pagi, meski di perantauan.
Begitulah, contoh selalu melekat dengan kuat diingatan. Dan orangtua
adalah teladan yang paling dekat, contoh yang paling mudah, guru yang paling pertama
bagi anak-anaknya.
Mudah-mudahan kita sebagai anak, bisa dengan sangat baik menyerap
segala pelajaran keteladanan dari orangtua. Kemudian, bisa mentransfer dengan
sangat baik pula kepada anak-anak kita nanti. Aamiin.
Leave a Comment