Nawarin Nikah atau Jualan?

Setelah teror telepon orang-orang asing. Sekarang ada lagi peristiwa yang lebih lucu, malam ini seorang ikhwan nge-sms, awalnya nanya soal kegiatan organisasi doank. Ya sudah, saya jawab dengan padat dan sesingkat-singkatnya.
Tapi....tiba-tiba, sudah beres info yang saya berikan, dia nanya, "Anti, sudah siap nikah? Saya punya temen trus hafalannya bagus loh." Sms-nya yang bikin saya nganga gede'-gede'. MasyaAllah... hello....ini nawarin nikah atau jualan?

Bukan apa-apa, tentu punya hafalan Qur'an merupakan nilai plus bagi seorang akhwat/ikhwan yang akan dijadikan kandidat pasangan. Apalagi, saya sadari, bahwa saya mungkin tidak lebih baik dari orang yang ditawarkan ini, bahkan bisa jauuuhhh di bawah. Tapi...g gitu-gitu juga keles nawarinnya.

Pertama, karena dari awal, saya tidak kenal dengan ikhwan yang nawarin ini. Katanya dia "orang luar", yang InsyaAllah akan nikah bulan depan dengan temen seorganisasi saya. Bahkan sampai akhir pun dia g nyebutin nama, dan saya rasa, saya juga tidak perlu memaksa setelah sempat saya tanyakan 2 kali.
Kedua, nikah tentu hal yang sangat penting, yang tidak boleh asal "comot" saja. Bahkan cara-caranya pun harus jelas, pun tentang siapa yang ngerekomendasiin, atas dasar apa, semuanya harus jelas. Mungkin, memang orang berpendapat, "Ya ini mah kan usaha aja, ta'aruf apa salahnya?" Tapi, menurut saya, yang namanya ta'aruf pun merupakan hal yang tidak bisa disepelekan. Ketika kita meng-iya-kan seseorang berta'aruf dengan kita, otomatis kita harus sudah punya keinginan dan berusaha untuk mengenalnya demi ke arah pernikahan, adapun akhirnya tidak berjodoh, itu takdir Ilahi, diluar kekuasaan kita. So, musti mikir-mikir dulu sebelum menerima.
Ketiga, mempromosikan seorang teman, apalagi yang kita anggap punya kualifikasi baik, saya rasa tidak ma'ruf bila dilakukan secara besar-besaran dan terang-terangan. Apalagi ke semua orang yang kita tahu belum nikah. Ini kesannya seperti eeemm... afwan, menawarkan barang dagangan, siapa aja, yang mau aja. Hiii...kasihan kan? Nama baiknya bisa rusak, bisa jadi perguncingan massal, dan...kita adalah orang yang bertanggung jawab untuk itu. Boleh saja kita bersemangat sekali untuk mencarikan beliau jodoh, tapi...tentu pilih cara yang "aman", misalnya cari tahu akhwat/ikhwan yang sedang ditaksirnya, kalau pun tidak ada ya cari yang paling baik dari yang terbaik, sembunyi-sembunyi saja, diam-diam saja, tidak perlu dunia tahu masalah pribadi kita.

Jadi, menurut saya, masalah jodoh-jodohan adalah hal yang tidak bisa "digampangkan". Karena ini menyangkut akan dengan siapa kita habiskan umur kita, siapa yang akan mendampingi kita untuk menuju ke kebadian, dunia-akhirat kita.

Bagi saya, biarkan orang berkata bahwa kita adalah tipe pemilih banget, yang belum tentu juga akhirnya medapatkan yang baguuuuussss... banget, sesuai kriteria yang kita canangkan. Tapi, tidak ada salahnya berusaha, rumusnya : Perbaiki Diri, Lakukan yang Terbaik. Nah, salah satu cara "melakukan yang terbaik" menurut saya adalah dengan "tidak asal". Karena kita tidak sedang membeli jualan, yang kalau akhirnya setelah dibeli tidak sesuai dengan yang kita mau, bisa kita berikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Bukan itu!

Wallahu'alam.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.