Tahapan pada Asma

Asma merupakan sebuah gangguan inflamasi pada saluran napas, yang melibatkan sel-sel inflamasi dan mediator-mediator yang berkontribusi terhadap karakteristik klinis dan perubahan patofisiologi (GINA, 2014).

Asma dikarakterisasi oleh inflamasi, airway hyperresponsiveness (AHR), dan airway obstruction (Dipiro dkk, 2008). Berikut ini adalah episode-episode yang khas terjadi pada asma bila terpajan oleh suatu alergen.


1.    Fase induksi
Proses inflamasi bronkus dan hiperresponsif jalan napas dimulai dari masuknya alergen ke dalam jalan napas. Sebagian besar antigen akan dibersihkan oleh pergerakan mukosiliar. Alergen yang dapat melalui mekanisme pertahanan tersebut akan menembus lapisan epitel dasar dan akan ditangkap oleh antigen-presenting cell (APC) terutama sel dendritik dan makrofag alveolar. Alergen tersebut akan dibawa ke kelenjar limfe dan dipresentasikan ke sel T dan B. Sel Th yang teraktivasi akan menghasilkan berbagai sitokin seperti interleukin (IL)-2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-10, IL-12, IL-13, IL-18, interferon (IFN)-γ, tumor necrosis factor (TNF)-α, TNF-β dan granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF). Sitokin yang paling berperan dalam perkembangan asma adalah IL-4, IL-5, IL-9 dan IL-13, sedangkan IL-4 dan IL-13 berperan penting pada produksi IgE. Interleukin-4 dan 13 bersama dengan IL-9 berperan dalam menghasilkan sel mast, produksi mukus yang berlebihan dan hiperesponsivitas jalan napas. Sitokin utama yang menyebabkan akumulasi eosinofil adalah IL-5 (Sari, 2013).

2.    Reaksi asma fase dini
Sel mast berperan penting pada reaksi asma fase dini yang menghubungkan IgE dan jalan napas, hiperresponsif ditemukan di jaringan penunjang bronkus dan ruang perifer intraalveol dengan melepaskan zat kimia dan jumlah sel mast akan meningkat setelah pajanan alergen. Sel mast terlokalisir di dalam sel otot polos bronkus dan epitel bronkus penderita asma dan akan menginfiltrasi kelenjar mukus jalan napas. Sel mast sendiri pada manusia dihasilkan dari sel induk pluripoten CD34+ dan bersirkulasi di dalam darah kemudian akan kembali ke jaringan. Saat terjadi serangan asma, jumlah sel mast yang berdegranulasi meningkat. Pajanan berulang terhadap alergen akan menyebabkan terjadinya ikatan silang antara antigen, IgE dan reseptor Fc pada sel mast. Ikatan tersebut menghasilkan pelepasan mediator seperti histamin, prostaglandin, leukotrien dan sitokin misalnya TNF-α. Hal ini merupakan penyebab timbulnya gejala-gejala hipersensitivitas tipe cepat seperti rinitis ringan sampai syok anafilaktik.

Gejala-gejala ini terjadi pada hitungan menit sejak pajanan awal alergen dan mencapai puncak dalam 10-15 menit yang dalam keadaan normal akan membaik dalam 1-3 jam pascapajanan. Proses inflamasi ini pada akhirnya menyebabkan kontraksi otot polos jalan napas, edema dan meningkatnya sekresi mukus sehingga terjadi sumbatan jalan napas serta timbul gejala asma akut seperti hidung tersumbat, bersin, bronkokonstriksi dan kulit kemerahan. Respons fase dini ini akan menginduksi menurunnya VEP1 sebanyak 25% (Sari, 2013).

3.    Reaksi asma fase lanjut
Reaksi asma fase dini yang berlangsung sekitar 4-6 jam berikutnya akan diikuti reaksi asma fase lanjut yang lebih berat dan lama. Secara umum sel mast dan mediator-mediator yang dilepaskannya akan menginduksi terjadinya konstriksi jalan napas, meningkatnya permeabilitas vaskular, hiperresponsif jalan napas, sekresi mukus dan meningkatkan penarikan sel-sel inflamasi ke dalam jalan napas setelah beberapa jam pajanan alergen terutama eosinofil selain itu sel T, makrofag, basofl, neutrofi l serta sel-sel struktural seperti sel epitel, fibroblas, sel endotel dan sel-sel otot polos. Sel-sel inflamasi ini dapat menghasilkan mediator-mediator inflamasi yang sangat banyak seperti kemokin, sitokin dan leukotrien yang berpengaruh baik secara langsung terhadap jalan napas maupun tidak langsung melalui mekanisme neural, peningkatan inflamasi jalan napas kronik setelah pajanan alergen berulang. Hasilnya adalah berupa inflamasi kronik jalan napas yang terus-menerus mengalami cedera hingga akhirnya menimbulkan perubahan struktural jalan napas dan akan tampak beberapa tahun berikutnya berupa penurunan VEP1 sebanyak 75%. Perubahan struktur ini secara keseluruhan disebut sebagai proses remodelingjalan napas (Sari, 2013).


DAFTAR PUSTAKA
1. Dipiro, J.T., Chishlom-Burn, M., Wells, B.G., Schwinghammer T.L., Malone P.M., Kolesar J.M., Rotschafer J.C. (2008) : Pharmacotherapy Principal and Practice, The McGrawHill Companies, The United States.

2. Global Initiative For Asthma (2014) :  Global Strategy for Asthma Management and Prevention National Institutes of Health.

3. Sari, C.Y.I. (2013) : Inflamasi Alergi pada Asma, CDK-207, Vol. 40, Fakultas Kedokteran IU/RS Persahabatan, Jakarta

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.